Generasi Z dan Tantangan Porn Generation



            Generasi adalah investasi paling berharga sebuah bangsa. Tanpa itu tidak akan ada penerus bangsa yang akan membawa peradaban yang lebih baik. Saya pribadi baru tahu bahwa ternyata setiap generasi ada klasifikasi khususnya entah itu berdasarkan zamannya, usia kelahirannya, bahkan kebiasaan sehari-harinya. Saya sangat salut dengan salah satu situs yang konsisten mengkaji berbagai pengetahuan tentang generasi, situs itu adalah tirto. Kalian bisa buktikan dengan membuka website tirto.id lalu ketik kata “Generasi” maka akan muncul banyak artikel seputar generasi mulai dari  Baby Boomers hingga generasi Z. Sebagai awal saya membaca sebuah artikel dengan judul “Selamat Tinggal Generasi Milenial, Selamat Datang Generasi Z”. Ternyata sebagian besar dari kita selama ini tertukar dalam menyebut istilah dari masing-masing generasi. Generasi yang selama ini kita sebut Milenial ternyata adalah Generasi Z. Generasi Z atau pascamilenial menurut survey dari tirto adalah mereka yang lahir dalam rentang 1996 – 2010. Kabar baiknya adalah generasi ini sangat ingin menjadi agen perubahan dan terbuka terhadap keberagaman. Tak heran, karena manusia yang hidup pada generasi ini adalah mereka generasi muda yang inovatif dan memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan atau bahkan menemukan pola baru dalam pengetahuan dari zaman ke zaman. Namun, kita tidak boleh lupa bahwa ada kabar buruknya juga. Kabar buruknya datang dari aspek tekhnologi, saya kira para pembaca sudah bisa menerka bahaya apa yang datang dari tekhnologi di zaman postmo ini.
            Kengerian ini berawal dari sebuah judul buku yang direkomendasikan oleh mas Ario Muhammad (salah satu penulis milenial yang saya kagumi hehe) yaitu “Porn Generation: How Social Liberalism is Corrupting our Future” karangan Ben Saphiro (yang mau file pdfnya bisa kirim emailnya ya ^_^). Buku ini diawali dengan judul dari sub-bab yang cukup menggelisahkan saya “A Generation Lost”. Saya bertanya-tanya, “Hilangnya sejak kapan ?” atau “Sekarang udah ketemu belum ya ?” juga “Kalau hilang, siapa yang menghilangkan ? dan siapa yang bertanggung jawab atas hilangnya ?” dan berakhir dengan “Kalau statusnya masih hilang, terus sekarang ini kita bagian dari generasi apa ?” begitulah kira-kira pertanyaan yang muncul dibenak saya. “Iam a member of a lost generation.We have lost our values.We have lost our faith. And we have lost ourselves.” mulai Ben Saphiro dalam menuliskan kegalauannya dalam buku ini. Saphiro masih tergolong dalam generasi milenial karena dalam riwayatnya dia lahir pada 1984. Kegelisahan ini bermula dari dilegalkannya sex di Amerika. Posisi sex bahkan telah menggantikan tolak ukur atau norma sosial yang berlaku di masyarakat. Sex telah menjadi sebuah “kesepakatan umum” di mata masyarakat Amerika. Orang justru akan dianggap “abnormal” bila tidak melakukan sex, bahkan ada anak-anak sebelum masuk usia matangnya mereka telah diberikan education sex supaya nanti sex yang mereka lakukan aman dan tetap menyehatkan. Bisakah kalian bayangkan ?
            Baik, mungkin dari sini sudah mulai terjawab kan ya salah satu pertanyaan tadi, jadi generasi yang katanya bernilai, berkeyakinan, dan memiliki identitas yang jelas itu sudah hilang bahkan sebelum milenial itu ada (karena ben pun mengatakan dengan redaksi “past”). Mungkin bakalan ada nih yang menyangkal, “Owh itu kan di Amerika, ya wajar lah, memang kulturnya seperti itu...”. Oke kita lanjutkan ulasan menarik dari si Ben tadi,
The mainstream acceptance of pornography has become a social fact. Order a movie. Walk past your local news shop. Log on to the Internet. It’s everywhere—in your Blockbuster, your newspaper, your inbox.We’ve replaced faith and family with a warped image of sex and self-satisfaction that ridicules the concept of purity and mangles the most sacred ideals of matrimony.
            Ini nih yang saya maksud dengan kabar buruk tadi, yap itulah tekhnologi. Kalau dikaitkan sama Generasi Z ? Disinilah yang membuat kekhawatiran saya semakin besar. Generasi Z yang lahir ditengah-tengah kemajuan tekhnologi membuat bayi yang baru terlahir pun akan langsung bisa memegang gadget, sangatlah praktis. Saking praktisnya, bagi kalian yang pernah nonton film Incredibles 2 pasti tahu bayi Jack-Jack yang begitu hebatnya. Jack-jack yang memiliki kekuatan super seperti ayah-ibu dan kakak-kakaknya pada awalnya justru menakutkan si ayah. Justru akan terlihat mengerikan bayi kecil yang masih butuh kasih sayang ortunya mampu mengeluarkan laser dari matanya hingga berubah jadi monster yang menakutkan. Kemudian karena Bob Par (ayah jack-jack) khawatir dengan keadaan anaknya dibawalah si Jack-jack ke Edna Mode seorang psikolog superhero. Lalu Edna mau mengadopsi serta menganalisis kemampuan jack-jack selama beberapa hari dan kemudian Bob mampu mengendalikan kemampuan jack-jack melalui sebuah gadget. Lihatlah betapa praktisnya anak-anak dizaman generasi Z. Akan menjadi jika dikelola dengan cara yang baik, namun bagaiman jika cara pengelolaannya salah ? bisa jadi anak kita justru akan membahayakan kita. Terlebih lagi, peringatan dari Ben Saphiro diatas, sex yang dikemas dalam bentuk tekhnologi, bisa mengelak apa kita ?. Bisa jadi gambar-gambar yang beredar di sosial media adalah bentuk publikasi seksual atau bahkan video-video yang dikemas dalam bentuk lagu hingga talkshow (walaupun tidak ada unsur seksual didalamnya) siapa yang menjamin itu semua tidak mungkin menggiring pemikiran kita kesana ? Tentunya tidak ada yang bisa menjamin.
            Baik, mungkin tulisan ini akan berhenti disini dan akan berlanjut (In Syaa Allah semoga bisa iqtiqomah ^_^) di lain kesempatan. Pertanyaan beberapa sudah terjawab (mungkin), nilai-nilai kita telah tergantikan dengan tekhnologi dan seksualitas bahkan jangan-jangan agama kita sudah tergadaikan dengan problem diatas (naudzubillah) itu lebih berbahaya daripada yang sejak awal sudah tidak memiliki agama atau tidak percaya adanya Tuhan. Maka, yuk kita berkaca lagi dan terus mawas diri, jangan sampai kita jadi Mr/Mrs. Screenslaver yang terjebak dalam pusaran tekhnologi tanpa bisa mengontrolnya, semangat dan terus berkarya wahai generasi Z ^_^.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berhijrah bersama Al-Qur’an

Yang Utama Itu Taqwa

Refleksi Muharram: Dua Cahaya